Aqidah Wasithiyah: Penjelasan Aqidah Islam (bag. 1)

Written by Abu Namira Hasna Al-Jauziyah on Jumat, 25 Maret 2011 at 05.47

Hits:

Syarah Aqidah Wasithiyah PRINSIP PRISIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا فَمَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصَْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
Tidak disangsikan lagi, kesempurnaan agama ini adalah nikmat Allah yang paling besar bagi umat ini. Agama Islam yang ditinggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan lengkap, sempurna dan menyeluruh, sehingga terang benderang, tidak ada kesamaran sama sekali pada ajarannya. Binasalah orang yang menyimpang darinya dan tidak mau berjalan di atas manhaj rabbaniy, manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita seluruh kebaikan yang dapat mendekatkan ke surga dan telah memperingatkan seluruh kejelekan yang menjauhkan diri kita dari surga. Semua ini agar binasalah orang yang binasa di atas hujjah dan hiduplah orang yang mengikutinya di atas hujjah juga.
Mengenal aqidah yang benar merupakan satu keharusan bagi setiap muslim. Apalagi di masa seperti ini, masa yang penuh dengan ujian dan cobaan hidup. Disamping juga dipenuhi usaha penyesatan dan pemurtadan baik melalui kebidahan yang samar sampai kepada kekufuran yang paling jelas. Semua usaha pemurtadan ini berkembang dan tumbuh subur dengan pemeliharaan para musuh Allah dari kalangan syaitan manusia dan jin. Ditambah dengan cara yang mereka tempuh untuk mensukseskan program mereka ini.
Sungguh mengerikan dan membuat seorang muslim mengelus dada dan mengerenyutkan dahinya, khawatir di pagi hari jadi seorang muslim dan di sore harinya menjadi kafir dan sebaliknya di sore hari jadi seorang muslim dan di pagi harinya menjadi kafir.

Sudah berapa banyak kaum muslimin yang murtad dan meninggalkan agamanya.
Berapa banyak pemuda muslim yang kehilangan jati dirinya dan hidup tanpa pegangan.
Berapa banyak……berapa banyak ……dan berapa banyak yang lainnya.
Sungguh pemandangan yang sangat mengerikan ada di depan mata kita semua.
Lalu bila menengok keadaan kaum muslimin secara khusus, didapatkan mereka dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Perselisihan, perpecahan dan permusuhan terus tumbuh berkembang dengan suburnya. Mereka tidak ingat akan peringatan Allah dalam Al Qur’an:
وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ وَلاَتَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmt dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Qs. Al Anfal: 46)
Juga tidak ingat akan perintah Allah untuk mengembalikan perselisihan dan perbedaan pendapatnya kepada Al Qur’an dan sunnah, sebagaimana firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs. An Nisa: 59)
Demikianlah seharusnya, sebagaimana telah jelas dalam manhaj para sahabat dan tabiin serta orang yang mengikuti jejak mereka dalam berislam.
Apalagi dalam permasalahan aqidah, permasalahan yang sangat besar bagi seorang muslim. Tentunya harus mendapatkan perhatian serius jangan sampai menyelisihi ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Ironisnya banyak kaum muslimin yang tidak memahaminya atau memahaminya dengan salah sehingga aqidah yang benar dianggap salah dan yang salah itulah dianggap kebenaran.
Untuk itu perlu sekali mengembalikan kaum muslimin kepada aqidah yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya dan para sahabat mengajarkan kepada para tabiin dan seterusnya generasi demi generasi. Inilah yang kemudian dinamakan aqidah salaf.
Pengertian Aqidah Salaf
Aqidah salaf adalah istilah yang diambil dari dua kata; aqidah dan salaf. Kata aqidah dalam bahasa Arab memiliki pengertian ikatan, keyakinan dan kepastian. Aqidah adalah sesuatu yang diyakini hatinya dengan pasti dan mengikat, baik itu benar ataupun batil. Sedangkan dalam istilah para ulama, aqidah adalah perkara-perkara yang wajib dibenarkan oleh hati, dan jiwa menerimanya dengan penuh hingga menjadi satu keyakinan yang pasti yang tidak dicampuri satu keraguan dan kebimbangan. [1]
Sedangkan Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan.
Ibnul Mandzur berkata (Lisanul Arab 9/159): Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang, orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu dan memiliki umur lebih serta keutamaan yang lebih banyak. Oleh karena itu, generasi pertama dari Tabiin dinamakan As-Salafush Sholeh.
Diantara penggunaan kata salaf dengan makna ini adalah perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya, Fathimah:
فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
Sesungguhnya sebaik-baik pendahulu (salaf ) bagimu adalah aku. [2]
Dan diriwayatkan dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata kepada putri beliau, Zainab, ketika wafat:
الْحَقِيْ بِسَلَفِنَا الصَالحِ ِعُثْمَانَ بْنِ مَظْعُوْنِ
Susullah salaf sholih (pendahulu  kita  yang sholeh) kita Utsman bin Madz’un. [3]
Adapun secara istilah, maka dia adalah sifat pasti yang khusus untuk para sahabat dan yang selain mereka diikutsertakan karena mengikuti para sahabat tersebut.
Al Qalsyaany berkata dalam Tahrirul Maqaalah min Syarhir Risaalah (q 36): As Salaf Ash Sholih adalah generasi pertama yang mendalam ilmunya lagi mengikuti petunjuk Rasulullah dan menjaga sunnahnya. Allah ta’ala telah memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan meridhoi mereka sebagai imam-imam umat. Mereka telah benar-benar berjihad di jalan Allah ta’ala dan menghabiskan umurnya untuk memberikan nasihat dan manfaat kepada umat, serta mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan-Nya.
Sungguh Allah ta’ala telah memuji mereka dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:
مُّحَمَّدُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Qs. Al fath [48]: 29)
Dan  firman Allah,
لِلْفُقَرَآءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا وَيَنصُرُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Qs. Al Hasr [59]: 8)
Di dalam ayat ini, Allah ta’ala menyebut kaum Muhajirin dan Anshor kemudian memuji ittiba’ (sikap ikut) kepada mereka dan meridhoi hal tersebut demikian juga orang yang menyusul setelah mereka dan Allah ta’ala mengancam dengan adzab orang yang menyelisihi mereka dan mengikuti jalan selain jalan mereka, maka Allah ta’ala berfirman:
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. (Qs. An Nisa’ [4]: 115)
Maka merupakan suatu kewajiban mengikuti mereka pada hal-hal yang telah mereka nukilkan dan mencontoh jejak mereka pada hal-hal yang telah mereka amalkan serta memohonkan ampunan bagi mereka.
Allah ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Al Hasr  [59]: 10)
Istilah ini pun diakui oleh ahli kalam pada zaman dahulu dan mutaakhirin  (zaman sekarang -ed).  Al Ghozali berkata dalam kitab Iljaamul Awaam An Ilmil Kalaam hal 62 ketika mendefinisikan kata As Salaf: “Saya maksudkan  adalah madzhab sahabat dan tabiin.”
Al Baijuuri  berkata dalam kitab Syarah Jauharu At Tauhid hal. 111: “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang yang terdahulu, yaitu para Nabi, sahabat, tabiin dan tabiit-tabiin.”
Istilah inipun telah dipakai oleh para ulama pada generasi-generasi yang utama untuk menunjukkan masa sahabat dan manhaj mereka, diantaranya:
1. Imam Bukhari berkata (6/66- Fathul Bari): Rasyid bin Saad berkata: “Dulu para salaf menyukai kuda jantan, karena dia lebih cepat dan lebih kuat.”
Al Hafidz Ibnu Hajar menafsirkan perkataan Rasyid ini dengan mengatakan: “Yaitu dari para sahabat dan orang setelah mereka.”
Saya berkata: Yang dimaksud adalah sahabat karena Rasyid bin Saad adalah seorang tabi’in maka sudah tentu yang dimaksud di sini adalah sahabat.
2. Imam Bukhari berkata (9/552 – Fathul Bari): Bab As Salaf tidak pernah menyimpan di rumah  atau di perjalanan mereka makanan, daging dan yang lainnya.
Yang dimaksud adalah sahabat.
3. Imam Bukhari berkata (1/342- Fathul Bari): Dan Azzuhri berkata tentang tulang-tulang bangkai-seperti gajah dan yang sejenisnya- : “Saya menjumpai orang-orang dari kalangan ulama  salaf bersisir dan berminyak dengannya dan mereka tidak mempersoalkan hal itu.”
Yang dimaksud adalah sahabat karena Azzuhri adalah seorang tabi’in.
4. Imam Muslim telah mengeluarkan dalam Muqodimah Shohihnya hal. 16 dari jalan periwayatan Muhammad bin Abdillah, beliau berkata: Aku telah mendengar Ali bin Syaqiiq berkata: Saya telah mendengar Abdullah bin Al Mubarak berkata- di hadapan manusia banyak-: “Tinggalkanlah hadits Amru bin Tsaabit, karena dia mencela salaf.”
Yang dimaksud adalah sahabat.
5. Al Auza’iy berkata: “Bersabarlah dirimu di atas sunnah, tetaplah berdiri di tempat kaum tersebut berdiri, katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tinggalkan apa yang mereka tinggalkan dan tempuhlah jalannya As Salaf Ash Sholih, karena akan mencukupi kamu apa saja yang mencukupi mereka. [4]
Yang dimaksud adalah sahabat.
Oleh karena itu, kata As Salaf telah mengambil makna istilah ini dan tidak lebih dari itu.
Adapun dari sisi periodisasi (perkembangan zaman), maka dia dipergunakan untuk menunjukkan generasi terbaik dan yang paling benar untuk dicontoh dan diikuti, yaitu tiga generasi pertama yang telah dipersaksikan dari lisan sebaik-baiknya manusia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa mereka memiliki keutamaan dengan sabdanya:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ يَجِيْءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِيْنَهُ وَ يَمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ
Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi kemudian datang kaum yang syahadah salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului syahadatnya. [5]
Akan tetapi periodisasi ini kurang sempurna untuk membatasi pengertian salaf ketika kita lihat banyak dari kelompok-kelompok sesat telah muncul pada zaman-zaman tersebut, oleh karena itu keberadaan seseorang pada zaman tersebut tidaklah cukup untuk menghukum keberadaannya di atas manhaj salaf  kalau tidak sesuai dengan para sahabat dalam memahami Al Kitab dan As Sunah. Oleh karena itu para  Ulama mengkaitkan istilah ini dengan As Salaf Ash Sholih.
Dengan ini jelaslah bahwa istilah salaf ketika dipakai tidaklah melihat kepada dahulunya zaman akan tetapi melihat kepada para sahabat nabi dan yang mengikuti mereka dengan baik. Dan di atas tinjauan inilah dipakai istilah salaf yaitu dipakai untuk orang yang menjaga keselamatan aqidah dan manhaj di atas pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan. [6]
Dengan demikian aqidah salaf adalah keyakinan terhadap ajaran agama islam sesuai dengan keyakinan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Arti Penting Aqidah Salaf
Sudah sepantasnya seorang yang ingin memperjari aqidah salaf mengetahui arti penting (urgensi) aqidah tersebut. Semua ini untuk memberikan gambaran kedudukan aqidah tersebut dan dapat mendorong untuk lebih semangat mempelajarinya. Terlebih-lebih pada masa sekarang ini; dimana banyak kaum muslimin yang melalaikan hal ini dan tenggelam dalam lautan syahwat dan syubhat.
Arti penting mempelajari aqidah salaf terlahir dari arti penting aqidah itu sendiri. Juga kepada kewajiban bersungguh-sungguh bekerja untuk mengembalikan manusia kepada aqidah tersebut. Hal ini karena beberapa hal:
1.    Belajar aqidah salaf termasuk mempelajari ilmu termulia, teragung dan terpenting, karena kemuliaan satu ilmu tergantung dengan dzat yang dipelajari (Al Ma’lum) dan Allah adalah Dzat yang maha agung dan maha mulia. Mengenal Allah merupakan dasar terpenting semua ilmu. Oleh karena itu imam Abu hanifah menamakan ilmu aqidah ini sebagai Fiqhul Akbar.
2.    Aqidah salaf adalah wasilah terpenting mencapai keridhoan Allah.
3.    Barisan kaum muslimin dan para da’inya hanya dapat bersatu diatas aqidah ini. Demikian juga kekuatan mereka, tanpa aqidah ini mereka akan berpecah belah. Hal ini dikarenakan aqidah salaf adalah aqidah Al Quran dan sunah serta aqidah generasi pertama umat ini dari kalangan para sahabat. Sehingga seluruh kesatuan dan persatuan yang tidak berlandaskan aqidah ini hasilnya hanyalah kegagalan dan perpecahan.
4.    Aqidah salaf membuat seorang muslim mengagungkan nash Al Qur’an dan Sunnah dan melindunginya dari penolakan makna atau bermain-main dalam menafsirkannya sesuai hawa nafsu dan keinginannya.
5.    Aqidah salaf mengikat seorang muslim kepada para salaf dari kalangan sahabat dan yang mengikuti mereka, sehingga menambah kemuliaan, iman dan kehormatannya. Hal ini karena para salaf tersebut adalah para wali Allah dan imam-imam yang bertaqwa. Hal ini seperti disampaikan oleh Ibnu Mas’ud:
إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ فَوَجَدَ قُلُوبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوب الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ
Sesungguhnya Allah telah melihat hati para hamba-Nya, dan mendapatkan hati Muhammad sebaik-baiknya hati mereka, lalu memilihnya dan mengutusnya membawa risalah. Kemudian melihat kepada hati para hamba setelah hati Muhammad dan mendapatkan hati para sahabat sebaik-baiknya hati para hamba, lalu menjadikan mereka sebagai pendamping nabi-Nya. Mereka berperang membela agama-Nya, sehingga apa yang dipandang kaum muslimin sebaagi kebaikan maka ia baik disisi Allah dan apa yang dipandang mereka sebagai kejelakan maka ia adlah kejelekan di sisi Allah. [7]
6.   Aqidah salaf memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya, yaitu kejelasannya. Aqidah salaf menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai sumber gambaran dan pemahamannya, jauh dari ta’wil, ta’thil dan tasybih. Demikian juga aqidah ini dapat menyelamatkan orang yang berpegang teguh (komitmen) kepadanya dari kerancuan pembicaraan tentang dzat Allah, menemtang nash Al Qur’an dan Sunnah nabi-Nya. Dari sana aqidah salaf memberikan pemiliknya sikap ridho dan tenang menerima taqdir Allah dan mengagungkan keagungan Allah serta tidak membebani akal untuk berfikir tentang sesuatu di luar kemampuannya, seperti masalah-masalah ghaib. Maka aqidah salaf sangat mudah sekali (dipahami –ed) serta jauh dari kerancuan dan ketidak mampuan memahaminya. [8]
Keistimewaan dan Karakteristik Aqidah salaf
Diantara kekhususan dan keistimewaan aqidah salaf, adalah:
1.    Aqidah salaf bersumber kepada sumber yang asli dan suci yaitu Al Qur’an dan Sunnah, dan jauh dari hawa nafsu dan syubhat.
2.    Aqidah salaf memberikan ketenangan dan kemantapan jiwa dan menjauhkan pemiliknya dari keraguan dan kerancuan.
3.    Aqidah salaf menjadikan sikap seorang muslim selalu mengagungkan nash-nash Al Qur’an dan Sunnah, karena ia mengetahui kebenaran dan hak hanya ada padanya. Inilah keselamatan dan keistimewaan yang penting.
4.    Aqidah salaf dapat mewujudkan sifat yang Allah ridhoi dalam firman-Nya:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. An Nisaa’ : 65)
5.    Aqidah salaf mengikat seseorang dengan para Salaf  Sholeh.
6.    Aqidah salaf menyatukan barisan kaum muslimin dan persatuannya, karena ini merupakan perwujudan firman Allah:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Qs.  Ali Imran: 103)
7.    Aqidah salaf menjadikan orang yang berpegang teguh (komitmen) dengannya selamat dan masuk dalam janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan pertolongan dan kemenangan disunia dan keselamatan di akherat.
8.    Berpegang teguh kepadanya merupakan sebab terpenting keistiqomahan agama seseorang.
9.    Aqidah salaf memiliki pengaruh besar dalam perbaikan suluk dan akhlak orang yang berpegang teguh (komitmen) dengannya.
10.    Berpegang teguh dan mengamalkan aqidah salaf termasuk sebab terpenting yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh keridhoannya. [9]
11.    Aqidah salaf adalah aqidah yang konsisten tidak berubah dengan tempat dan zaman.
12.    Aqidah salaf adalah aqidah yang jelas dan mudah, karena diambil dari sumber yang suci jauh dari noda syubhat dan hawa nafsu dan bersih dari ta’wil-ta’wil.
Arti Penting Kitab Al ‘Aqidah Al Wasitiyah Dalam Mempelajari Aqidah Salaf
Kitab ini telah mendapatkan pujian dan penerimaan dari para ulama dan penuntut ilmu baik terdahulu maupun sekarang. Kitab yang dikarang Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah ini sudah tidak asing lagi bagi mereka, karena kedudukan dan arti pentingnya dalam menjelaskan aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Di antara arti pentingnya adalah:
1. Kitab ini telah diakui sangat bermanfaat dalam menjelaskan aqidah salaf walaupun dengan lafadz yang ringkas dan ibarat yang mudah.
2. Kandungan Aqidah Wasitiyah ini seluruhnya bersandarkan kepada Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ salaf umat ini dan para imamnya. Ini ada pada lafadz dan maknanya. Hal ini dijelaskan beliau dalam pernyataannya dalam dialog yang terjadi dalam aqidah ini:
Saya dalam aqidah ini sangat memperhatikan petunjuk Al Quran dan Sunnah. [10]
Dan menyatakan:
Semua lafadz yang saya sebutkan (dalam aqidah ini), mesti saya sebutkan juga dengannya ayat atau hadits atau ijma’ salaf. [11]
3. Isi kandungan kitab ini adalah hasil riset penelitian Syeikhul Islam terhadap perkataan dan pendapat para salaf dalam pembahasan nama dan sifat Allah, hari akhir, iman, takdir, sahabat dan lain-lainnya dari permasalahan ushul dan i’tikad. Ini tampak dalam pernyataan beliau:
Tidaklah saya masukkan dalam kitab ini kecuali aqidah seluruh salaf sholeh. [12]
4.    Pengarang kitab ini (Syeikhul Islam) telah mengerahkan kemampuan dan kesempatannya untuk menjelaskan sejelas-jelasnya jalan firqatun najiyah dalam aqidah, sehingga beliau berkata:
Saya telah teliti secara perlahan seluruh orang yang menyelisihi saya pada satu hal dari aqidah ini selama tiga tahun. Jika ada satu huruf dari seorang yang termasuk tiga generasi mulia yang menyelisihi apa yang telah saya sampaikan, maka saya akan rujuk dari hal itu. [13]
5.    Kitab aqidah ini walaupun sangat ringkas tapi telah mencakup hampir semua permasalahan i’tikad dan ushul iman. [14]
Demikian, kitab ini telah meraih penerimaan para ulama, sehingga Al Imam Adz Dzahabi menyatakan:
Telah disepakati kitab ini merupakan i’tikad salafi yang bagus. [15]
Juga Ibnu Rajab menyatakan:
Telah disepakati, inilah I’tikad sunni salafi. [16]
Demikian juga Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan:
Kitab ini dengan ringkas dan jelasnya telah mencakup seluruh i’tikad yang wajib diyakini dalam ushul iman dan aqidah yang shohihah. [17]
Syeikh Zaid bin Abdilaziz bin Fayyaadh menyatakan:
Sesungguhnya kitab Al Aqidah Al Wasitiyah karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah walaupun kecil dan ringkas namun sangat bermanfaat dan besar faedahnya. Beliau dalam kitab ini telah menjelaskan madzhab salaf dalam aqidah yang selamat dari noda-noda kebidahan dan pemikiran ahli kalam yang sesat. [18]
Syarah dan Ta’liq Kitab Al Aqidah Al Wasithiyah
Oleh karena itulah para ulama dan penuntut ilmu memberikan perhatian serius terhadap kitab ini baik dalam pengajaran atau karya tulis mereka. Mereka menulis syarah dan ta’liq (komentar penjelas) terhadap kitab ini.
Diantara hasil karya mereka yang berkenaan dengan kitab Al Aqidah Al Wasitiyah adalah sebagai berikut:
  1. At Tambihatul Lathifah fi Maa Ihtawat ‘alaihi Al Wasithiyah minal Mabaahits Al Munifah karya Syeikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’diy. Kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Syarah Aqidah Al Wasitiyah oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, diterbitkan oleh Darul Haq, Jakarta.
  2. Al Aqidah Al Wasithiyah yang dita’liq oleh Syeikh Muhammad bin Abdil Aziz bin Maani’, ini merupakan komentar singkat beliau, diterbitkan di percetakan Saad Ar Rasyiid di Riyadh.
  3. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Muhammad Kholil Haraas, kitab ini ditahqiq oleh Alwiy bin Abdil Qadir As Saqqaaf, diterbitkan oleh penerbit Darul Hijroh, Riyadh, KSA. Sebelum beliau kitab ini telah diteliti oleh Syeikh Abdur Razaaq ‘Afifiy dan dicetak oleh Al Jami’ah Al Islamiyah (Universitas Islam Madinah) dalam 176 halaman. Kemudian dicetak lagi dengan pembenahan dan komentar Syeikh Isma’il Al Anshoriy, dicetak di Riasah Al Amaah liidaratil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’ wad Dakwah wal Irsyaad dalam 187 halaman pada tahun 1403 H.
    Syarah ini memiliki keistimewaan dalam syarah yang tidak terlalu panjang, namun hampir semua ibarat Syeikhil Islam telah tersyarah kata perkata.
  4. At Tambihatus Sunniyah ‘Alal Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Abdulaziz bin Naashir Ar Rosiid. Ini adalah syarah yang cukup panjang lebar dalam 388 halaman dan diterbitkan Dar Ar Rasyid.
  5. Al Kawaasyif Al jaliyah ‘An Ma’aaniy Al Wasithiyah karya Syeikh Abdul Aziz bin Muhammad Ali Salman. Dicetak beberapa kali dan dibagikan cuma-cuma. Akhir cetakan adalah cetakan ke-17 tahun 1410 dalam 807 halaman.
  6. Al Asilah wal Ajwibah Al Ushuliyah ‘Alal Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Abdul Aziz Ali Salman. Berisi 340 halaman dan dibagikan cuma-cuma.
  7. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Sholih bin Fauzaan Ali Fauzan. Beliau salah seorang anggota majlis ulama besar Saudi Arabia.  Ini adalah syarah ringkas dan mudah dalam 222 halaman. Beliau banyak bersandar dalam syarah ini kepada kitab At Tambihatus Sunniyah ‘Alal Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Abdul Aziz bin Naashir Ar Rosiid dan Ar Roudhatun Nadiyah Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah karya Zaid bin Abdil Aziz bin Fayyaadh.
  8. At Ta’liqatul Mufidah ‘Alal Aqidah Al Wasithiyah karya Abdullah bin Abdurrohman bin Ali Asy Syariif.
  9. Al Aqidah Al Wasithiyah wa Majlis Al Munadzaroh fiha Baina Syeikhil Islam Ibnu Taimiyah wa ‘Ulama Ashrihi, ditahqiq oleh Zuhair Asy Syaawiisy.
  10. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Sa’id bin Ali bin Wahb Al Qohthoniy.
  11. Ar Roudhatun Nadiyah Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah karya Zaid bin Abdil Aziz bin Fayyaadh. Kitab yang menjelaskan Aqidah Al Wasithiyah dengan panjang lebar sepanjang 516 halaman.
  12. Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Ini adalah syarah yang sangat bagus dan indah, sepantasnya dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Dicetak dalam 2 jilid sebanyak 414 halaman di Dar Ibnil Jauziy.
  13. Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah min Kalami Syeikhil Islam karya Syeikh Kholid bin Abdillah Al Mushlih. Dalam syarah ini beliau mengambil penukilan pernyataan Syeikhul Islam dalam karya-karya tulisnya ditambah sedikit dari pernyataan Ibnul Qayim dalam melengkapi syarahnya. Dicetak dalam 216 halaman di Dar Ibnil Jauziy tahun 1421 H
  14. Syarah Aqidah al-Wasithiyah karya Syeikh Sholih bin Abdul Aziz Ali Syeikh
  15. Syarah Aqidah al-Wasithiyah karya Syeikh Abdurrahman al-Baraak
  16. At Ta’liqaat as-Sunniyah ‘Alal Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Faishol bin Abdul Aziz Ali Mubaarak.
  17. Dan lain-lain.
Sebab Penamaan Al Aqidah Al Wasitiyah
Kitab Al Aqidah Al Wasitiyah karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah ditulis beliau dengan satu sebab, yaitu permintaan Syeikh Radhiuddin Al Waasithiy. Beliau diminta menulis satu tulisan mengenai aqidah salaf Ahli Sunnah wal Jama’ah karena banyaknya penyimpangan dan kebodohan kaum muslimin terhadap aqidah yang benar. Hal ini beliau jelaskan dalam pernyataannya:
Seorang qadhi dari wilayah Waasith [19] bernama Radhiuddin Al Waasithiy yang bermadzhab Syafi’iy datang kepada kami sambil pergi haji. Beliau seorang yang sholeh dan berilmu. Kedatangan beliau kepada kami mengadukan keadaan manusia di negeri tersebut dan di negeri Tatar (di bawah kekuasan bangsa Tatar (Mongol)). Mereka dalam keadaan sangat bodoh dan dzolim sampai-sampai mereka kehilangan agama dan ilmu. Beliau meminta saya menulis aqidah yang dapat dijadikan sandaran (pedoman) dia dan keluarganya. Lalu saya merasa sungkan memenuhinya. Maka saya katakana padanya: “Sudah banyak para ulama telah menulis kitab aqidah yang beragam, ambillah darinya aqidah para imam sunnah.” Namun beliau terus meminta kepada saya dan berkata: “Saya hanya menginginkan aqidah yang engkau tulis.” Kemudian saya menuliskan untuknya aqidah ini dalam keadaan duduk setelah Ashar. Akhirnya tulisan aqidah ini banyak tersebar di kota Mesir, Iraq dan lainnya. [20]
Karena itulah aqidah ini dinamakan Al Aqidah Al Wasithiyah. Demikian juga aqidah ini merupakan aqidah yang tengah-tengah yang adil sebagaimana Ahlus Sunnah tengah-tengah di antara kelompok islam yang ada. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan:
Bahkan mereka –yaitu Ahlus sunnah wal Jama’ah- wasath (tengah-tengah) di antara kelompok (firqoh) umat islam, sebagaimana umat islam adalah umat tengah-tengah di antara umat yang ada. Mereka (ahlu sunnah) bersikap adil (tengah-tengah) dalam pembahasan sifat Allah diantara ahlu ta’thil [21] Jahmiyah [22] dan ahlu Tasybih [23] Al Musyabihah [24]. Demikian juga bersikap adil (tengah-tengah) dalam masalah perbuatan Allah, di antara Al Jabariyah dan Al Qadariyah… [25]
Sehingga benar-benar wasithiyah yang wasath (yang adil tengah-tengah).
Footnotes:
[1] Al-Wajiz fi Aqidah as-Salaf hal. 20
[2] HSR Muslim No. 2450
[3] HSR Ahmad (1/237-238) dan Ibnu Saad dalam Thobaqaat (8/37) dan dishohihkan Ahmad Syakir dalam Syarah Musnad No. 3103, akan tetapi dimasukkan oleh Al Albany dalam Silsilah Dhoifah No. 1715
[4] Dikeluarkan oleh Al Aajury dalam Asy Syari’at hal.57
[5] Dan dia adalah hadits mutawatir.
[6] Lihat Limaaza Ikhtartu Manhaj as-Salafi.
[7] Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/379  dan dishohihkan sanadnya oleh Syeikh Ahmad Syaakir no. 3600. Syeikh Abu Usamah Saliim bin ‘ied Al Hilaliy: “Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya 3/179, Ath Thoyaalisiy dalam musnadnya hal 23 dan Al Khothib Al baghdadiy dalam Al Faqiih wal Mutafaqqih 1/166 secara mauquf dengan sanad hasan.” (diambil dari kitab Limadza Ikhtartu Al manhaj As Salafi (edisi Bahasa Arab) karya Saalim bin I’ed Al Hilalie, cetakan Markaz Al Albani hal 88
[8] Dari kata pengantar Syeikh ‘Alwi Abdil Qadiir As Saqaf pada kitab Syarah Al Aqidah Al Wasitiyah karya Muhammad Kholil Al Haras, tahqieq ‘Alwi Abdil Qadiir As Saqaf, cetakan ketiga, tahun 1415H, Dar Al Hijroh, Riyaadh. hal 6-7 dengan pengurangan.
[9] Keistimewaan ini teringkas dalam Mudzakirot  Manhaj As Salaf hasil ceramah Syeikh Abdullah Al Ubailaan. Hal 5-6.
[10] Majmu’ Fatawa 3/165
[11] ibid 3/189
[12] ibid 3/169
[13] ibid
[14] Hal ini diambil dari Syarah Al Aqidah Al Wasitiyah yang disusun Syeikh Kholid bin Abdillah Al Mushlih, cetakan pertama tahun 1421 H, Dar Ibnu Al Jauzie, Al Dammaam,  hal 5-6.
[15] Al ‘Uqud Ad Duriyah hal 212
[16] Adz Dzail ‘ala Thobaqatul Hanabilah 2/396
[17] At Tambihat Al Lathifah hal 6
[18] Ar Roudhatun Nadiyah Syarah Al Aqidah Al Wasitiyah karya Zaid bin Abdul Aziz Al Fayaadh, cetakan ketiga tahun 1414 H. Dar Al Wathon, Riyaadh. hal 3.
[19] Waasith adalah satu wilayah yang dibangun Al Hajjaaj bin Yusuf Ats Tsaqafiy seorang panglima kholifah Abdil Malik bin Marwan. Wilayah ini terletak di bagian selatan negeri Iraq di antara kota Kufah dan Bashroh. Wilayah ini menjadi tengah-tengah di antara dua kota ini. Karena inilah dinamakan Waasith. Lihat kitab Tarikh Waasith karya Bahsyal hal 22.
[20] Majmu’ Fatawa 3/164
[21] Akan datang penjelasannya.
[22] Jahmiyah adalah sekte (firqoh) yang berkembang pada akhir daulah bani Umayah dan muncul pertama kali di daerah Turmudz. Mereka adalah pengikut Jahm bin Sofwan At Turmudziy yang dibunuh Salam bin Ahwaz Al Maaziniy di Marw. Sekte ini memiliki kesamaan dengan Mu’tazilah dalam meniadakan sifat-sifat Allah, menolak aqidah bahwa penghuni surga dapat melihat Allah di surga (ru’yatullah). Dan mereka meyakini Al Qur’an adalah makhluk. Namun ini lebih parah dari Mu’tazilah karena memiliki ajaran lain yang berbahaya, diantaranya:
  • Tidak boleh mensifatkan Allah dengan sifat yang dipakai mensifati makhluknya, karena hal itu menunjukkan adanya tasybih (penyerupaan) Allah kepada makhluknya.
  • Manusia itu majbur (terjajah) dalam amal perbuatannya, ia tidak memiliki kemampuan dan kehendak sedikitpun.
  • Neraka dan Surga tidak kekal
  • Iman hanyalah mengenal Allah dan tidak bertingkat-tingkat.
Lihat kitab Al Milal wan Nihal karya Asy Syahrostaniy 1/86-88 dan kitab Maqalaat Islamiyin karya Abul Hasan Al Asy’ariy 1/15 dan catatan kaki pentahqiq kitab Aqidatus Salaf Ashhabil Hadits hal 162 serta catatan kaki pentahqiq Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah karya Muhammad Kholil Haraas op.cit hal 185.
[23] Akan datang penjelasannya.
[24] Al Musyabihah atau Mujassimah adalah lawannya Jahmiyah dalam penetapan nama dan sifat Allah. Mereka menyatakan: Allah memiliki tangan seperti tangan makhluk-Nya, memiliki pendengaran seperti pendengaran makhluk-Nya dan memiliki penglihatan seperti penglihatan makhluknya. Mereka inilah kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Lihat catatan kaki pentahqiq Syarh Al Aqidah Al Wasitiyah karya Haraas op.cit hal 185.
[25] Syarah Aqidah Al Wasithiyah karya Syeikh Kholid Al Mushlih op.cit hal 94-96.
-bersambung insya Allah-
***
Penyusun: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.ekonomisyariat.com

0 Responses to "Aqidah Wasithiyah: Penjelasan Aqidah Islam (bag. 1)"

Traffic Visitor

Pengikut

Diizinkan untuk mengcopy & memperbanyak tulisan yang ada dengan menyertakan sumber refernsinya. Diberdayakan oleh Blogger.

Tentang Blog Ana

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni segala dosa yang lebih rendah dari syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, sungguh ia telah berbuat dosa yang besar “.(QS An-Nisa:48).. Diizinkan Bagi yang ingin mengcopy, memperbanyak atau menyebarkan isi dari artikel di Blog ini dengan menyebutkan penulis dan sumber referensinya dengan tetap menjaga amanah ilmiyahnya